Hai sobat,,,sekadar berbagi buat generasi profesional,,,,
Tingkat pencegahan (Primer, sekunder dan tersier) pada kasus diabetes melitus.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Salah satu problema kesehatan yang sangat serius melanda dunia
saat ini adalah penyakit diabetes. Diseluruh dunia saat ini, jumlah penderita
diabetes mencapai 200 juta orang. Diabetes dapat
menyebabkan komplikasi metabolik seperti diabetes ketoasidosis dan sindrom
hiperglikemik hiperosmolar nonketotik (HHNK). Hiperglikemia jangka panjang
dapat menyebabkan komplikasi mikrovaskuler yang kronis (penyakit ginjal dan
mata) dan komplikasi neuropati (penyakit pada saraf). Komplikasi
diabetes dapat dicegah dengan pengenalan dini dan pengobatan yang tepat.
Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang
menyerang kurang lebih 12 juta orang. 7 juta dari 12 juta penderita tersebut
sudah terdiagnosis dan sisanya tidak terdiagnosis. Di Amerika
Serikat, kurang lebih 650 ribu kasus diabetes baru didagnosis setiap tahunnya.
Berdasarkan bukti epidemiologi terkini, jumlah penderita diabetes di seluruh dunia saat ini mencapai 200 juta,
dan diperkirakan meningkat lebih dari 330 juta pada tahun 2025. Alasan
peningkatan ini termasuk meningkatkan angka harapan hidup dan pertumbuhan
populasi yang tinggi dua kali lipat disertai angka peningkatan obesitas yang
disertai dengan urbanisasi dan ketergantungan terhadap makanan olahan. Di
amerika serikat, 18,2 juta individu pengidap diabetes (6,3% dari populasi),
hampir satu per tiga tidak menyadari bahwa mereka memilki diabetes (Elisabeth, 2009). Diabetes
melitus tipe satu (tergantung insulin) dapat terjadi pada usia berapa pun, atau
pada orang sebelum usia 30 tahun, tetapi manifestasi biasanya muncul selama
masa dewasa, antara usia 11-12 tahun, dan mempengaruhi sekitar 10-20% populasi
diabetik secara keseluruhan. Diabetes terutama prevalen
diantara kaum lanjut usia. Diantara individu yang berusia lebih dari 65 tahun
8.6% menderita diabetes tipe II. Angka ini mencakup 15 % populasi pada panti
lansia. Di Amerika Serikat, orang hispanik, negro dan sebagian penduduk asli
amerika memiliki angka insiden diabetes yang lebih tinggi daipada penduduk
kulit putih. Sebagian penduduk asli amerika seperti suku prima, mempunyai angka
diabetes dewasa 20% hingga 50%. Pada tahun 2000 diperkirakan sekitar 150 juta orang di dunia
mengidap diabetes mellitus. Jumlah ini diperkirakan
akan meningkat menjadi dua kali lipat pada tahun 2005, dan sebagian besar
peningkatan itu akan terjadi di negara-negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia. Populasi penderita
diabetes di Indonesia
diperkirakan berkisar antara 1, 5 sampai 2, 5% kecuali di Manado 6%.
Dengan jumlah penduduk sekitar 200 juta jiwa, berarti lebih kurang 3-5 juta
penduduk Indonesia menderita diabetes.
Tercatat pada tahun 1995, jumlah penderita
diabetes di Indonesia mencapai 5
juta jiwa. Pada tahun 2005 diperkirakan akan mencapai 12 juta penderita.
Ada beberapa tipe DM berdasarkan penyebab perjalanan
klinik dan terapinya. DM tipe I yaitu diabetes yang tergantung pada insulin
(IDDM), DM tipe II yaitu DM yang tidak tergatung pada insulin (NIDDM).
Komplikasi diabetes dapat terjadi pada setiap individu dengan diabetes tipe I
atau tipe II. Kurang lebih 5-10 % penderita mengalami diabetes tipe I,
sedangkan 90-95 % diabetes tipe II (Brunner dan Sudarth, 2006). Di AS
diabetes merupakan penyebab utama kebutaaan yang baru diantara penduduk berusia
25-74 tahun dan juga menjadi penyebab utama amputasi diluar trauma kecelakaan. Pada pasien dengan penyakit
diabetes melitus kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin menurun.
Keadaan ini menimbulkan hiperglikemia yang dapat menyebabkan komplikasi
metabolik seperti diabetes ketoasidosis dan sindrom hiperglikemik hiperosmolar
nonketotik (HHNK). Hiperglikemia jangka panjang dapat menyebabkan komplikasi
mikrovaskuler yang kronis (penyakit ginjal dan mata) dan komplikasi neuropati
(penyakit pada saraf).
Mengingat besarannya masalah penyakit diabetes melitus
ini maka penting upaya pencegahan baik pencegahan primer, sekunder dan tersier
dalam penanganan dan pencegahan yang dijadikan salah satu kebijakan kesehatan
nasional di Indonesia.
1.2
Tujuan Penulisan
1.2.1
Tujuan Umum: untuk meningkatkan
pola pikir mahasiswa tentang konsep pencegahan primer, sekunder dan tersier
pada kasus luka bakar.
1.2.2
Tujuan Khusus:
Setelah
mengikuti pembelajaran pada topik ini mahasiswa mampu :
1. Memahami konsep pencegahan
primer, sekunder dan tersier.
2.
Memahami tentang tingkat pencegahan pada kasus luka bakar
yang terdiri dari pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier.
1.3 Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari pencegahan?
2.
Apa saja klasifikasi dari pencegahan?
3.
Bagaimana tingkat pencegahan pada kasus luka bakar?
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP ANATOMI
FISIOLOGI
Kadar
glukosa normal berkisar antara 70 – 110 mg/dl dalam kondisi asupan makanan yang
berbeda-beda. Kadar gula darah dapat
meningkat sampai 120 – 140 pada orang normal setelah makan, namun keadaan ini
bisa kembali normal. Insulin merupakan satu-satunya hormon yang menurunkan
kadar glukosa darah. Insulin dan glukagon diproduksi di dalam pancreas yang
merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin. Tiga jenis sel endokrin yaitu sel
alfa yang mensekresi glukagon, sel betha yang mensekresi insulin dan sel del delta yang mensekresi gastrin
dan somatostatin pancreas. Insulin
diperlukan untuk transpor glukosa, asam amino, kalium dan fosfat melintasi
membran sel khususnya sel-sel adipose dan sel-sel otot yang sedang
beristirahat. Insulin juga dibutuhkan untuk mengaktifkan enzim yang
meningkatkan metabolisme intraseluler. Insulin berperan dalam metabolisme terutama selama keadaan makan, sedangkan glukagon berperan pada
metabolisme terutama saat puasa. Glukagon mengatur penggunaan cadangan energi
melalui proses glikogenolisis, glukoneogenesis dan lipolisis. Hormon glukogen
menghambat penyimpanan glikogen. Peningkatan kadar glikogen dalam darah
menyebabkan hiperglikemia dan gangguan metabolisme lainya. Hipoglikemia yaitu
menurunya kadar gula darah.
2.2 KONSEP TEORI PENYAKIT DIABETES MELITUS
1. Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes Melitus adalah gangguan
metabolisme yang secara genetis dan klinis, termasuk heterogen dengan
manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. (Price, S.A., 1995)
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh
ketiadaan absolut insulin insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, E. J.,
2001)
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan
hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan
hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf
dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan
mikroskop elektron (Mansjoer, A., 1999).
Diabetes Melitus (DM) adalah masalah
yang mengancam hidup (kasus darurat) yang disebabkan oleh defisiensi insulin
relatif atau absolut (Doenges, 2000).
Diabetes mellitus merupakan
sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam
darah atau hiperglikemia. (Smeltzer,
Suzanne C., 2002)
Berdasarkan beberapa pengertian diabetes
melitus diatas maka penulis menyimpulkan penyakit diabetes melitus adalah
penyakit degeneratif dan merupakan suatu penyakit yang komplek yang melibatkan
kelainan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak serta dapat mengancam hidup dan disebabkan
oleh defisiensi insulin dan karena adanya peningkatan kadar gula dalam darah.
2.
Klasifikasi Diabetes Melitus
1)
Diabetes Melitus Tipe I
(Insulin Dependent Diabetes Melitus, IDDM)
Defisiensi insulin karena tidak terdapatnya sel-sel langerhans,
biasanya berhubungan dengan tipe HLA spesifik, keadaan defisiensi insulin ini
biasanya dikatakan absolut karena ketergantungan yang sepenuhnya pada
insulin-eksogen. Penderita IDDM cenderung memiliki keadaan intoleransi glukosa
yang lebih berat dan tidak stabil. IDDM lebih kas/cenderung terjadi pada semua
usia, umumnya usia muda.
2)
Diabetes Melitus Tipe II (Non
Insulin Dependent Diabetes Melitus, NIDDM)
Karena suplai insulin berkurang atau tidak cukup efektif sebagaimana
mestinya tingkat gula darah naik lebih lamban. Tidak banyak protein dan lemak
yang dihancurkan, hingga produksi keton pun tidak banyak, dan rendahnya resiko
terkena ketoasidosis koma. Kebanyakan yang menderita diabetes tipe 2 adalah
wanita dari pada pria, mungkin karena diabetes munculnya di usia yang lebih
lanjut dan wanita umumnya hidup lebih lama
3)
Diabetes Melitus Sekunder
(diabetes yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu)
Diabetes yang terjadi karena akibat kerusakan pada pankreas yang
menyebabkan sebagian besar kelenjar rusak
4)
Diabetes Melitus yang
berhubungan dengan Malnutrisi
Masih terdapat dua kategori lain
yaitu abnormalitas metabolisme glukosa yaitu:
a)
Kerusakan Toleransi Glukosa
(KTG)
Konsentrasi glukosa antara normal dan Diabetes Melitus dapat menjadi
normal atau tetap tidak bertambah, bahkan dapat melebihi nilai konsentrasi
tersebut.
b)
Diabetes Melitus Gestasional
(DMG)
Diabetes yang terjadi pada saat kehamilan adalah intoleransi glukosa
yang mulai timbul atau menular diketahui selama keadaan hamil, karena terjadi
peningkatan sekresi berbagai hormon di sertai pengaruh metabolik terhadap
glukosa (Price dan Wilson, 1995).
3. Etiologi
Menurut Smeltzer (2002) etiologi/penyebab Diabetes Melitus tergantung dari tiap-tiap
tipenya.
1)
Diabetes tipe I:
a.
Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi
diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau
kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini
ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA. Diabetes
dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes. Ini terjadi
karena DNA pada orang diabetes mellitus akan ikut diinformasikan pada gen
berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin.
b.
Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang
merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan
insulin endogen.
c.
Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
2)
Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang
menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe
II masih belum diketahui. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin
untuk merangkum pengambilan glukosa oleh gangguan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu mengimbangi resistensi insulin
ini sepenuhnya. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko:
a.
Usia (resistensi insulin
cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
Umumnya manusia mengalami penurunan
fisiologis yang secara dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40
tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin pancreas
untuk memproduksi insulin.
b.
Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel-sel beta
pancreas mengalami hipertropi yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi
insulin. Hipertropi pancreas disebabkan karena peningkatan beban metabolisme
glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi energy sel yang terlalu banyak.
c.
Riwayat keluarga
4. Patofisiologi dan Pathway
1) Patofisiologi
Insulin
dihasilkan oleh kelenjar pancreas yang dibutuhkan untuk pemanfaatan glukosa
sebagai bahan energi seluler dan diperlukan untuk metabolisme karbohidrat,
protein dan lemak. Insulin membantu transpor glukosa ke dalam sel dan membantu
pergerakan senyawa-senyawa keton ke dalam sel sebagai sumber energi sekunder.
Apabila insulin tidak dihasilkan maka akan terjadi gangguan metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak, dimana glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel
dan tetap dalam kompartemen vaskuler yang kemudian terjadilah hiperglikemia
dengan demikian akan meningkat konsentrasinya dalam darah. Terjadinya
hiperglikemia akan menyebabkan osmotic diuresis yang kemudian menimbulkan
perpindahan cairan tubuh dari rongga interseluler ke dalam rongga interstisiil
kemudian ke ekstra sel. Terjadinya osmotic diuretik menyebabkan banyaknya
cairan yang hilang melalui urin (poliuria)
sehingga sel akan kekurangan cairan dan muncul gejala polidipsi (rasa
haus). Terjadinya poliuria menyebabkan hilangnya potassium dan sodium secara
berlebihan sehingga terjadi gangguan keseimbangan eletrolit.
Dengan
tidak adanya glukosa yang mencapai sel maka sel akan mengalami kekurangan
makanan sehingga menimbulkan gejala polipagia (rasa lapar berlebihan / makan
secara berlebihan ), fatigue, berat badan menurun. Dengan adanya peningkatan
glukosa dalam darah, glukosa tidak dapat difiltrasi oleh glomerulus karena
melebihi ambang renal sehingga menyebabkan lolos dalam urin (glikosuria). Pada
ketoasidosis muncul karena sel tidak memperoleh glukosa untuk metabolisme
seluler oleh karena tidak adanya insulin. Dengan demikian untuk memperoleh
energi maka lemak dipecah menjadi asam lemak dan glikoserol oleh hati
dipecah lagi menjadi benda-benda keton dan apabila berlebihan muncul sebagai
ketonuria.
2) Pathway (terlampir).
5. Tanda dan Gejala
Adanya penyakit diabetes ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan
dan tidak disadari oleh penderita, beberapa keluhan dan gejala yang perlu
mendapat perhatian adalah:
a.
Keluhan Klasik
1)
Banyak Kencing (Poliuria)
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang
tinggi akan menyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah
banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama pada waktu malam hari.
2)
Banyak Minum (polidipsia)
Rasa haus amat sering dialami penderita
karena banyaknya cairan yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering
disalah tafsirkan. Dikiranya sebab rasa haus ialah udara yang panas atau
beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita banyak
minum.
3)
Banyak makan (polifagia)
Rasa lapar yang semakin besar sering timbul
pada penderita Diabetes Melitus karena pasien mengalami keseimbangan kalori
negatif, sehingga timbul rasa lapar yang sangat besar. Untuk menghilangkan rasa
lapar itu penderita banyak makan.
4)
Penurunan Berat Badan dan Rasa
Lemah
Penurunan berat badan yang berlangsung dalam relatif singkat harus
menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah yang hebat yang menyebabkan penurunan
prestasi dan lapangan olahraga juga mencolok. Hal ini disebabkan glukosa dalam
darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk
menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil
dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan
jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.
b.
Keluhan Lain
1)
Gangguan Saraf Tepi/Kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan
terutama pada kaki di waktu malam hari, sehingga menggangu tidur.
2)
Gangguan Penglihatan
Pada fase awal diabetes sering dijumpai
gangguan penglihatan yang mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya
berulang kali agar tetap dapat melihat dengan baik.
3)
Gatal/Bisul
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya
terjadi di daerah kemaluan dan daerah lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah
payudara. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya.
Luka ini dapat timbul karena akibat hal yang sepele seperti luka lecet karena
sepatu atau tertusuk peniti.
4)
Gangguan Ereksi
Gangguan ereksi ini menjadi masalah,
tersembunyi karena sering tidak secara terus terang dikemukakan penderitanya.
Hal ini terkait dengan budaya masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan
masalah seks, apalagi menyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang.
5)
Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan
keluhan yang sering ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala
yang dirasakan.
6. Komplikasi DM
1) Komplikasi akut diabetes melitus
1. Ketoasidosis diabetic
Ketoasidosis
diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai gangguan
metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini terkadang disebut
“akselerasi puasa” dan merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada
diabetes ketergantungan insulin.
2. Hipoglikemia
Suatu keadaan dimana kadar glukosa dalam darah kurang
dari normal (50 – 60 mg/dl) atau 2, 7 – 3, 3 mmol/L
3.
Sindrom HHNK
( koma hiperglikemik hiperosmoler nonketotik)
Suatu keadaan yang didominasi oleh
hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran.
2)
Komplikasi
kronik
1.
Gangguan
makrovaskuler (IMA, stroke, gangren)
2.
Gangguan
mikrovaskuler (rethinopaty, nefropaty)
3.
Neuropati
4.
Atherosclerosis
7. Pemeriksaan Diagnosis
1) Glukosa darah : meningkat 200-100 mg/dl atau lebih
2) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
3) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
4) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya
kurang dari 330 mOsm/l
5) Elektrolit : Natrium : mungkin normal , meningkat
atau menurun
6) Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan
selular), selanjutnya akan menurun
7) Fosfor : lebih sering menurun
8) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4
kali lipat dari normal yang mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan
terakhir
9) Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah
dan penurunan pada HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis
respiratorik
10) Trombosit darah : Ht mungkin meningkat atau normal
(dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi sebagai respons terhadap stress atau
infeksi
11) Ureum/kreatinin: Mungkin meningkat atau
normal(dehidrasi/penurunan fungsi ginjal)
12) Amilase darah : mungkin meningkat yang
mengindikasikan adanya pankreatitis akut sebagai penyebab DKA
13) Urin : gula dan aseton positif , berat jenis dan
osmolalitas mungkin meningkat
14) Kultur dan sensitifitas : kemungkinan adanya
infeksi saluran kemih, pernafasan dan pada luka
8. Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus
Menurut
WHO, pada sedikitnya dua kali pemeriksaan :
1) Gula darah sewaktu /acak > 200mg/dl (11,1
mmol/L)
2) Gula darah puasa > 140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3) Gula darah 2 J PP sesudah mengkonsumsi 75 gr
karbuhidrat > 200 mg/dl (11,1 mmol/L).
(World Health
Organization, Diabetes Melitus, Report of a WHO study group. Teach Repor Series
No. 727, 1985) kutipan dalam Smeltzer, Suzanne C., 2002.
9.
Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe
diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes:
1.
Diet
Perencanaan makan / Diet, misalnya:
1)
Kurangi makanan yang mengandung
glukosa
2)
Sering mengkomsumsi yang kurang
manis misalnya: pepaya, kedondong, pisang, apel, tomat, semangka.
3)
Sayur-sayuran yang berserat
2.
Latihan
Dapat memperbaiki metabolisme
glukosa, asam lemak dan perangsang sintesis glikogen.
1)
Pasien harus diskusi tentang
program latihan dengan tenaga kesehatan. Setelah latihan (periode latihan perlu
ditingkatkan secara bertahap.
2)
Penjelasan untuk makanan,
berikan makanan yang mengandung 15 gr karbohidrat (1 pengganti buah)
3)
Untuk menghindari komplikasi
hipoglikenesis pasca latihan kususnya latihan berat maka pasien mengkonsumsi
makanan cemilan pada akhir latihan. Disamping itu harus mengurangi kadar insulin.
3.
Pemantauan glukosa darah
Dengan melakukan kadar glukosa dapat
secara mandiri penderita diabetes dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan
kadar glukosa darah secara optimal. Cara ini memungkinkan deteksi dan
pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemia, dan berperan dalam
menentukan kadar glukosa darah normal kemungkinan akan mengurangi komplikasi
diabetes jangka panjang.
Pemeriksaan glukosa:
1)
Stik
Darah diteteskan pada setiap stik berubah warna.
2)
Hemoglobin glikosilasi
Pemeriksaan darah yang menceraikan
kadar glukosa darah rata-rata selama periode waktu kurang lebih 2 hingga 3
bulan. Ketika terjadi kenaikan kadar glukosa darah, molekul glokosa akan
menempel pada hemoglobin dan sel darah merah.
3)
Periksaan urin untuk glukosa
Untuk pasien yang tidak bersedia /tidak
mampu untuk melaksanakan pemeriksaan glukosa darah. Mengguanakan stik akan dicocokan dengan peta warna.
4)
Periksaan urin untuk keton
Pada keton merupakan produk sampingan
pemecah lemak. Kegunaan dipstik urine; bila positif akan berubah menjadi warna
keunguan. Tes ini bila kenaikan kadar glukiosa darah >200mg/dl.
4.
Terapi insulin
Dosis insulin yang diperlukan
masing-masing pasien ditentukan oleh kadar glukosa dalam darah. Penyuntikan
insulin sering dilakukan 2 kali perhari atau bahkan lebih sering. Untuk
mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.
Preparat insulin dapat di kelompokan
ke dalam tiga kategori utama berdasarkan awitan, puncak dan durasi kerja
1)
Short acting insulin ( insulin
regular); ditandai “R” pada botolnya
a.
Awitan ½ hingga 1 jam
b.
Puncaknya 2 hingga 3 jam
c.
Durasi kerjanya 4 hingga 6 jam
d.
Diberikan 20-30 menit sebelum
makan
e.
Dapat diberikan secara tunggal
atau dikombinasikan dengan insulin yang kerjanya lebih lama
f.
Insulin regular terlihat
jernih.
2)
Intermediate- acti insulin
NPH insulin (neutral
protamine hagedorn)/Lente insulin (“ L “ ):
a.
Awitan 3 hingga 4 jam
b.
Puncaknya 4 hingga 12 jam
c.
Durasi kerjanya 16 hingga 20
jam
d.
Berwarna putih dan menyerupai
susu
3)
Long – Acting Insulin.
Kadang disebut
sebagai insulin tanpa puncak kerja karena preparat ini memiliki kerja yang
panjang, perlahan, dan bertahan.
a.
Awitannya 6 hingga 8 jam
b.
Puncaknya 12 hingga 16 jam
c.
Durasi kerjanya 20 hingga 30
jam
5.
Pendidikan
1)
Beri penjelasan tentang perawatan
dan pengobatan yang diberikan
2)
Jelaskan mengenai tanda-tanda
shock dan penangananya
3)
Demontrasikan cara pemberian
insulin
4)
Jelaskan
dan demontrasikan cara pemeriksaan monitor gula darah dan glukosa dalam urin.
5)
Jelaskan tentang diet yang harus dijalankan
6)
Jelaskan
cara mencegah hipoglikemia dan hiperglikemia
7)
Jelaskan komplikasi yang
mungkin muncul
8)
Jelaskan tentang infeksi,
kebersihan kaki, hindari adanya perlukaan pada kulit, pakai pengalas kaki yang
lembut, gunakan sikat gigi yang lunak.
2.3
KONSEP PENCEGAHAN PRIMER, SEKUNDER DAN TERSIER.
1.
Pengertian
Pencegahan penyakit adalah tindakan yang
ditujukan untuk mencegah, menunda, mengurangi, membasmi, mengeliminasi penyakit
dan kecatatan dengan menerapkan sebuah atau sejumlah intervensi yang telah dibuktikan
secara efektif.
2. Konsep Pencegahan Primer, Sekunder
dan Tersier
1)
Pencegahan Primer
a)
Pengertian
Suatu
upaya yang ditujukan kepada orang-orang sehat dan kelompok resiko tinggi yakni
mereka yang belum menderita, tetapi berpotensi untuk menderita suatu penyakit
tertentu.Upaya ini dilakukan saat proses penyakit belum mulai (pada periode
pre-patogenesis) dengan tujuan agar tidak terjadi proses penyakit.
b)
Tujuan
Untuk
mencegah timbulnya penyebab penyakit dan faktor resikonya dari penyakit pada
individu yang beresiko terkena suatu penyakit atau pada populasi umum.
c)
Sasaran
Sasaran
asuhan keperawatan adalah orang-orang yang belum menderita suatu penyakit,
individu sehat.
d)
Bentuk Kegiatan
Upaya
yang dilakukan perawat untuk pencegahan primer meliputi penyuluhan atau
pendidikan kesehatan pada masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat
dan lembaga social lainnya.
1.
Promosi Kesehatan
1)
Pendidikan kesehatan, penyuluhan
2)
Gizi yang cukup sesuai dengan
perkembangan
3)
Penyediaan perumahan yang sehat
4)
Rekreasi yg cukup
5)
Pekerjaan yg
sesuai
6)
Konseling perkawinan
7)
Genetika
8)
Pemeriksaan kesehatan berkala
2.
Perlindungan Khusus
1)
Imunisasi
2)
Kebersihan perorangan
3)
Sanitasi lingkungan
4)
Perlindungan terhadap kecelakaan akibat
kerja
5)
Penggunaan gizi tertentu
6) Perlindungan terhadap zat yang dapat
menimbulkan kanker
7)
Menghindari zat-zat alergenik
2)
Pencegahan Sekunder
a)
Pengertian
Merupakan
suatu upaya pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit sudah berlangsung
namun belum timbul tanda/gejala penyakit (pathogenesis awal) dengan tujuan
proses penyakit tidak berkelanjutan.
b)
Tujuan
Menghentikan
proses penyakit lebih lanjut serta penanganan sesegera mungkin sehingga
komplikasi dapat dicegah.
c)
Sasaran
Pasien
yang sudah menderita suatu penyakit dan klien yang beresiko terhadap penyakit
tertentu.
d)
Bentuk Kegiatan
Skrining
atau check up kesehatan serta pengobatan dengan pemeriksaan khusus yang
bertujuan untuk:
1.
Menyembuhkan dan mencegah
penyakit berlanjut
2.
Mencegah penyebaran penyakit
menular
3.
Mencegah komplikasi dan akibat
lanjutan
4.
Memperpendek masa
ketidakmampuan
5.
Pengobatan yang cukup untuk
menghentikan proses penyakit.
Klien harus bekerjasama dengan suatu tim yang akan membantunya dalam
proses pengobatan sehingga tujuannya tercapai. Manajemen dilakukan oleh tim
disiplin ilmu yang melibatkan dokter, perawat, dan ahli gizi tidak lupa didukung
oleh motivasi keluarga.
3)
PencegahanTersier
a)
Pengertian
Upaya
pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit sudah lanjut (akhir periode
pathogenesis) yang ditujukan untuk mencegah kecacatan akibat komplikasi
penyakit tertentu.
b)
Tujuan
Mencegah
progresi dari pada komplikasi, menurunkan kelemahan dan kacatatan untuk tidak
menjurus kepada penyakit organ dan kegagalan organ.
c)
Sasaran
Pada
orang - orang yang telah menderita suatu penyakit.
d)
Bentuk Kegiatan
Bentuk kegiatannya adalah rehabilitasi.
Rehabilitas adalah usaha
untuk mengembalikan bekas penderita kedalam masyarakat, sehingga dapat
berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan
masyarakat, semaksimal-maksimalnya sesuai dengan kemampuannya.
Rehabilitas ini terdiri dari:
1.
Rehabilitasi fisik
Yaitu
agar bekas penderita memperoleh perbaikan fisik semaksimal-maksimalnya.
2.
Rehabilitasi mental
Yaitu
agar bekas penderita dapat menyesuaikan diri dalam hubungan perorangan dan
sosial secara memuaskan. Seringkali bersamaan dengan terjadinya cacat badaniah
muncul pula kelainan-kelainan atau gangguan mental. Untuk hal ini bekas
penderita perlu mendapat bimbingan kejiwaan sebelum kembali kedalam masyarakat.
3.
Rehabilitasi sosia vakasional
Yaitu
agar bekas penderita menempati suatu pekerjaan/jabatan dalam masyarakat agar
kapasitas kerja yang semaksimal-maksimalnya sesuai dengan kemampuan dan dan
ketidak mampuan.
4.
Rehabilitasi aesthetis
Usaha
rehabilitasi aesthetis perlu dilakukan untuk mengembalikan rasa keindahan,
walaupun kadang-kadang fungsi dari alat tubuhnya itu sendiri tidak dapat
dikembalikan misalnya: penggunaan mata palsu. Usaha pengembalian bekas
penderita ini kedalam masyarakat, memerlukan bantuan dan pengertian dari segenap
anggota masyarakat untuk dapat mengerti dan memahami keadaan mereka, (fisik,
mental dan kemampuannya) sehingga memudahkan mereka dalam proses penyesuaian
dirinya didalam masyarakat, dalam keadaannya yang sekarang ini. Sikap yang
diharapkan dari warga masyarakat adalah sesuai dengan falsafah pancasila yang berdasarkan
unsur kemanusiaan dan keadilan sosial.
2.4 Tingkat Pencegahan Pada Penyakit Diabetes Melitus
1.
Pencegahan
primer pada penyakit diabetes melitus
Pencegahan primer pada penyakit diabetes melitus adalah upaya pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit diabetes melitus belum
dimulai (pada periode prepatogenesis) dengan tujuan agar tidak terjadi proses
penyakit diabetes melitus.
Pencegahan primer pada penyakit diabetes melitus adalah upaya yang ditujukan kepada orang-orang sehat dan yang termasuk ke
dalam kategori beresiko tinggi, yaitu orang-orang yang belum terkena penyakit diabetes melitus tapi
berpotensi terkena diabetes melitus.
Sasaran pada penyakit diabetes melitus adalah orang-orang
yang belum terkena penyakit diabetes
melitus dan orang-orang yang beresiko terkena penyakit diabetes melitus.
Tujuannya yaitu untuk mengurangi insiden
penyakit diabetes melitus dengan cara mengendalikan penyebab penyakit dan faktor risikonya.
Pencegahan primer terdiri dari:
Upaya –upaya yang dilakukan dalam Pencegahan
primer diabetes melitus meliputi:
1)
Penyuluhan Kesehatan
a.
Mempertahankan pola makan sehari-hari
yang sehat dan seimbang yaitu:
Ø Meningkatkan konsumsi sayuran dan buah.
Ø Membatasi makanan tinggi lemak dan karbohidrat sederhana
b.
Mempertahankan berat badan
normal.
c.
Melakukan kegiatan jasmani atau
olahraga yang cukup sesuai umur dan kemampuan.
2.
Pencegahan
sekunder
Pencegahan sekunder adalah pencegahan yang
dilakukan saat proses penyakit diabetes
melitus sudah berlangsung namun belum timbul
tanda/gejala sakit (patogenesis awal) dengan tujuan proses penyakit diabetes melitus tidak
berlanjut dan mencegah komplikasi
dari diabetes melitus.
Sasaran pencegahan sekunder pada diabetes
melitus adalah masyarakat yang sudah terdiagnosis
terkena penyakit diabetes melitus.
Tujuan pencegahan sekunder pada diabetes
melitus yakni menghentikan proses penyakit diabetes melitus lebih
lanjut dan mencegah komplikasi
Bentuk Kegiatan Yang Dilakukan meliputi:
1.
Skrining dan chek up kesehatan untuk menemukan penderita diabetes melitus sedini mungkin yakni
dengan pemeriksaan glukosa darah.
2.
Pengobatan
3.
Diet dengan
meningkatkan konsumsi sayuran dan buah serta membatasi makanan
tinggi lemak dan karbohidrat sederhana
4.
Pengendalian berat badan yanni dengan mempertahankan berat badan normal.
5.
Olahraga yang cukup sesuai umur dan kemampuan.
6.
Penyuluhan mengenai penyakit diabetes mellitus
7.
Terapi insulin untuk diabetes mellitus
8.
Pencegahan komplikasi akut dan kronis
3.
Pencegahan
tersier
Pencegahan tersier pada penyakit diabetes adalah pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit diabetes mellitus sudah lanjut (akhir periode patogenesis) dengan
tujuan untuk mencegah cacat dan mengembalikan penderita diabetes
mellitus ke status sehat.
Sasaran pencegahan tersier pada penyakit diabetes mellitus adalah penderita penyakit diabetes
mellitus.
Tujuan pencegahan tersier adalah menurunkan kelemahan dan kecacatan,
memperkecil penderitaan dan membantu penderita diabetes mellitus untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi
yang tidak dapat diobati lagi.
Bentuk kegiatan yang dilakukan adalah rehabilitas. Rehabilitasi terdiri dari:
a)
Rehabilitasi fisik
Agar bekas penderita diabetes mellitus memperoleh perbaikan
fisik semaksimal-maksimalnya.
b)
Rehabilitasi mental
Agar bekas penderita diabetes mellitus dapat menyesuaikan
diri dalam hubungan perorangan dan sosial secara memuaskan. Seringkali
bersamaan dengan terjadinya cacat badaniah muncul pula kelainan-kelainan atau
gangguan mental. Untuk hal ini bekas penderita perlu mendapat bimbingan
kejiwaan sebelum kembali kedalam masyarakat.
c)
Rehabilitasi sosia vakasional
Tujuannya
supaya bekas penderita diabetes mellitus menempati suatu pekerjaan/jabatan dalam
masyarakat agar kapasitas kerja yang semaksimal-maksimalnya sesuai dengan
kemampuan dan dan ketidak mampuan.
d)
Rehabilitasi aesthetis
Usaha rehabilitasi
aesthetis perlu dilakukan untuk mengembalikan rasa keindahan, walaupun
kadang-kadang fungsi dari alat tubuhnya itu sendiri tidak dapat dikembalikan.
Usaha pengembalian bekas penderita
diabetes mellitus ini kedalam masyarakat, memerlukan bantuan dan
pengertian dari segenap anggota masyarakat untuk dapat mengerti dan memahami
keadaan mereka, (fisik, mental dan kemampuannya) sehingga memudahkan mereka
dalam proses penyesuaian dirinya didalam masyarakat, dalam keadaannya yang
sekarang ini. Sikap yang diharapkan dari warga masyarakat adalah sesuai dengan
falsafah pancasila yang berdasarkan unsur kemanusiaan dan keadilan sosial.
BAB
3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Diabetes melitus adalah penyakit
degeneratif dan merupakan suatu penyakit yang komplek yang melibatkan kelainan
metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak
serta dapat mengancam hidup dan disebabkan oleh defisiensi insulin dan karena
adanya peningkatan kadar gula dalam darah.
Ada beberapa tipe DM berdasarkan penyebab
perjalanan klinik dan terapinya. DM tipe I yaitu diabetes yang tergantung pada
insulin (IDDM), DM tipe II yaitu DM yang tidak tergatung pada insulin (NIDDM).
Komplikasi diabetes dapat terjadi pada setiap individu dengan diabetes tipe I
atau tipe II. Kurang lebih 5-10 % penderita mengalami diabetes tipe I,
sedangkan 90-95 % diabetes tipe II (Brunner dan Sudarth, 2006).
Di AS diabetes merupakan penyebab utama kebutaaan yang
baru diantara penduduk berusia 25-74 tahun dan juga menjadi penyebab utama
amputasi diluar trauma kecelakaan. Pada pasien
dengan penyakit diabetes melitus kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap
insulin menurun. Keadaan ini menimbulkan hiperglikemia yang dapat menyebabkan
komplikasi metabolik seperti diabetes ketoasidosis dan sindrom hiperglikemik
hiperosmolar nonketotik (HHNK). Hiperglikemia jangka panjang dapat menyebabkan
komplikasi mikrovaskuler yang kronis (penyakit ginjal dan mata) dan komplikasi
neuropati (penyakit pada saraf).
3.2 Saran
1.
Untuk mengaplikasikan praktek
keperawatan profesional
secara teoritis dan praktis perawat harus dituntut
mempelajari tentang sistem endokrin pada manusia karena merupakan dasar
pengetahuan bagi perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan yang bermutu, tepat guna dan
berkesinambungan.
2. Tingkatan
pencegahan pada penyakit diabetes melitus perlu dipahami sebagai bagian dari
peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Elisabeth J. Corwin,
(2001). Buku
Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC
Hegner, Barbara R. , (2003). Asisten Keperawatan: suatu pendekatan proses keperawatan, edisi 6,
Jakarta: EGC
Long C. Barbara (1996). Perawatan Medikal Bedah Volume 3, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Pajajaran, Bandung
Mansjoer, Arif. (2001).
Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta: EGC
Price,
Sylvia Anderson,
(2005). Patofisiologi Konsep
Klinik Proses-proses Penyakit,
Vol. 2, Jakarta: EGC.
Ratna
Mahdiana , Tora Book . (2010). “ Mencegah Penyakit Kronis “
Smeltzer,
Suzanne C &
Brenda G bare, (2002). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2
alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta :
EGC